Selasa, 10 Mei 2011

Sebuah Proyek Misteri Pembangunan AL ZAYTUN

Banyak orang dan kalangan yang sama sekali tidak menyangka bila pondok pesantren Al-Zaytun yang termegah itu ternyata dibangun dan didirikan dengan modal awal hasil kejahatan serta hasil mendhalimi (menyengsarakan) banyak orang dengan mengatas-namakan agama dan gerakan NII (Negara Islam Indonesia) Kartosoewirjo, yang hingga saat inipun masih menimbulkan banyak korban. Hal yang faktual ini tetap saja dibantah oleh kalangan Al-Zaytun.

Misteri Al-Zaytun dan komunitasnya sangat dirasakan oleh penduduk sekitar Ma'had ini, seperti Desa Tanjung Kerta, Suka Slamet dan Mekar Jaya, antara lain dari sikap tertutup mereka. Juga, penjelasan yang terasa asing, diantaranya mereka mengatakan bahwa proyek Ma'had Al-Zaytun ini adalah proyek untuk Allah, sekaligus milik ABRI, dan untuk Madinah ke II.

Menjadi lebih misterius setelah beberapa orang warga dari penduduk sekitar yang diterima sebagai pengajar di Ma'had tersebut (lulusan Gontor), ternyata kemudian cenderung menarik diri dari komunitas asalnya, serta hilang tegur sapanya dengan masyarakat desa itu setelah bergabung dengan komunitas Ma'had ini. Dan warga pun mulai mencium aroma paham aneh dalam praktek ubudiyah di Ma'had ini, misalnya soal makmum masbuq yang tidak perlu lagi menyempurnakan (melengkapi) kekurangan jumlah rakaat yang ketinggalan, dengan alasan karena sudah ditanggung oleh Imam.

Sikap anti-sosial dan bahkan sangat menyebalkan serta dhalim, menurut penuturan sebagian warga desa Suka Slamet, ketika sawah milik Al-Zaytun yang tadinya disepakati boleh disewa-pakai oleh mantan pemiliknya, digarap dan bahkan ada yang hampir mendekati panen, tiba-tiba dengan alasan lokasi tersebut akan segera digunakan, tanpa mempertimbangkan jerih payah maupun kesepakatan sebelumnya, garapan warga tersebut dibuldozer oleh pihak Al-Zaytun tanpa perasaan sama sekali. Warga pun jadi sangat kecewa. "Ini katanya untuk Islam, tapi kok tega-tega amat ya, mereka ini orang Islam golongan apa ya?"

Meski berbagai fakta telah digulirkan tentang apa dan siapa serta bagaimana sebenarnya Al-Zaytun dengan AS Panji Gumilang, melalui mass media dan kemudian disusul dengan terbitnya karya tulis Al Chaidar tentang Al-Zaytun, AS Panji Gumilang alias Abu Toto tokoh sentral KW-9 (Komandemen Wilayah Sembilan) --salah satu sayap yang dianggap sesat dari gerakan DI atau NII oleh kalangan intern DI/NII sendiri--[8] ternyata masih banyak saja umat Islam yang terkecoh.

Lembaga-lembaga dakwah, masyarakat luas, para simpatisan dan calon wali santri Ma’had Al-Zaytun seyogyanya mampu bersikap kritis dan waspada dalam mencermati pendirian lembaga maupun penyelenggaraan pesantren Al-Zaytun ini, yang secara faktual telah menunjukkan bahwa para pengelola dan tokoh Ma’had Al-Zaytun, tidak terkecuali Abu Toto Abdus Salam (AS) Panji Gumilang, ternyata bukanlah tokoh pendidik dan belum pernah pula memiliki bukti keberhasilan maupun pengalaman atau jam terbang dalam mengelola dan menyelenggarakan pesantren, sekalipun untuk ukuran sebuah pesantren yang kecil dan sederhana, kecuali keberhasilan dalam mengorganisir gerakan bawah tanah NII (Negara Islam Indonesia) yang penuh misteri dan kontroversi.

Namun mengapa masyarakat luas dan bahkan beberapa tokoh pesantren menjadi tumpul daya kritisnya melihat kenyataan yang ada? Para tokoh pendiri dan pengelola Ma’had Al-Zaytun sama sekali tidak punya pengalaman, kecuali bukti megahnya fisik dan lengkapnya prasarana pesantren serta setumpuk rencana, target dan janji. Bahkan di antara masyarakat intelek seperti ICMI malah secara latah --bahkan salah kaprah dan terburu-buru-- menjadikan Ma’had Al-Zaytun sebagai contoh model bahkan bentuk ideal penyelenggaraan Pesantren Terpadu.