Jumat, 18 Februari 2011

TUGAS PSIKOLOGI PENDIDIKAN
(Variasi Individual)








Disusun Oleh :
Indira Kartika F (07810162)
M. Idris Habibi (07810228)
Viki Maulana R (07810069)
Elvina Yustihara (07810142)
Adit Tyawarman (07810148)





FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2010


Intelegensi
Beberapa pakar mendeskripsikan inteligensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah (problem solving). Yang lainnya mendeskripsikannya sebagai kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan mengombinasikan ide-ide kita dapat menyusun definisi intelegensi yang cukup fair yaitu keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Tetapi bahkan definisi yang luas ini tidak memuaskan semua orang. Beberapa ahli teori mengatakan bahwa keahlian bermusik harus dianggap sebgai bagian dari intelegensi. Demikian juga sebuah definisi intelegensi yang didasarkan pada teori seperti teori Vygotsky harus juga memasukkan faktor kemampuan seseorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan individu yang lebih ahli. Karena intelegensi adalah konsep yang abstrak dan luas, maka tidak mengherankan jika ada banyak definisi.

TES INTELIGENSI INDIVIDUAL
Tes Binet. Pada tahun 1904 menteri pendidikan prancis meminta psikolog Alfred Binet untuk menyusun metode guna mengidentifikasi anak – anak yang tidak mampu belajar di sekolah. Para pejabat di sekolah ingin mengurangi sekolah yang penuh sesak dengan cara memindahkan murid yang kurang mampu belajar di sekolah umum ke sekolah yang khusus. Binet dan mahasiswanya, Theophile Simon, menyusun tes inteligensi untuk memenuhi permintaan ini. Tes itu disebut skala 1905. tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari kemempuan untuk menyentuh telinga hingga kemampuan untuk menggambar desain berdasarkan ingatan dan mendefinisikan konsep abstrak.
Binet mnggambarkan konsep mental age (MA) atau usia mental, yakni level perkembangan mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian, pada 1912 Wlliam Sern menciptakan konsep inteligent quotient (IQ), yaitu usia mental seseorang dibagi dengan usia kronologis (cronological age - CA) dikalikan 100. jadi rumusannya, IQ = MA/CA dikalikan 100. Jika usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ itu adalah 100. Jika usia mental di atas usia kronologis, maka IQ-nya lebih dari 100, misalnya, anak anak 6 tahun dengan anak 8 tahun akan punya IQ 133. Jika usia mentalnya dibawah usia kronologis, maka IQ-nya dibawah 100. Misalnya anak usia 6 dengan anak usia mental 5 akan punya IQ 83.
Tes Binet direvisi berkali-kali untuk disesuaikan dengan kemajuan dalam pemahaman inteligensi dan tes inteligensi. Revisi-revisi ini disebut tes Stanford-Binet (sebab revisi itu dilakukan di Stanford University). Dengan melakukan tes untuk bayak orang dari usia yang berbeda dan latar belakang yang beragam, peneliti menemukan bahwa skor pada tes Sanfod-Bonet mendekati distribusi normal. Distribusi normal adalah simetris, dengan mayoritas skor berada ditengah-tengah rentang skor yang mungkin muncul dan hanya ada sedikit skor yang berada mendekati ujung dari rentang tersebut itu.
Tes Stanford-Binet kini dilakukan secara individual untuk orang dari usia 2 tahun hingga dewasa. Tes ini memuat banyak item, beberapa diantaranya membutuhkan jawaban verbal, yang lainnya respon nonnerbal. Item yang merefleksikan level kinerja dewasa antara lain tes tes pendefinisian kata seperti disproporsional dan hormat, tes menjelaskan pepatah, dan membandingkan atara pengangguran dan kemalasan.
Edisi keempat tes Stanford-Binet dipublikasikan pada 1985. salah satu penambahan penting pada versi ini adalah analisis respon individualdari segi empat fungsi; penalaran verbal, penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak, dan memori jangka pendek. Skor komposit umum masih dipakai untuk mengetahui keseluruhan inteligensi.
Skala Wechsler. Tes lainnya yang sering dipakai untuk menilai inteligensi murid dinamakan skalaa Wechsler yang dikembangkan oleh David Wechlertes ini mencakup Wechsler Preschool and Primary Scale of Inteligence (WPPSIR) untuk menguji anak usia 4 tahun hingga 6 ½ tahun; Wechsler Inteligence Scale for Childern-Revised (WISC-R) untuk anak dan remaja dari usia 6 hingga 16 tahun; dan Wechsler Adult Inteligence Scale-Revised (WAIS-R).
Selain menunjukkan IQ keselurauhan, skala Wechsler juga menunjukkan IQ verbal dan IQ kinerja. IQ verbal didasarkan pada enam subskala verbal, IQ kinerja didasarkan pada subskala kinerja. Ini membuat penelti bisa melihat dengan cepat pola-pola kekuatan dan kelemahan dalam area ineligensi muridyang berbeda-beda (Wolger,2001).

TES INDIVIDUAL VERSUS TES KELOMPOK
Seorang psikolog memahami penilaian inteligensi individual sebagai sebagai interaksi anatara pemeriksa dan murid. Selama pengujian, peneliti mngamati baggaimana laporan disusun, minat dan perhatian muid, apakah ada kecemasan dalam pengerjaan tugas, dan dan tingkat toleransi murid mengahadapi rasa frustasi.
Murid juga diberi tes inteligensi dalam kelompok pada saat yang bersamaan (Drammond, 2000). Tes inteligensi kelompok mencakup Large-Thorndike Inteligence Test, Kuhlman-Anderson Inteligence test, dan Otis-lennon SchoolMental Abilities Test. Tes kelompok lebih nyaman dan ekonomis ketimbang tes individual, namun juga ada kekurangannya. Saat tes dilakukanpada satu kelompok yang besar, peneliti tidak dapat menyusun laporan individual, menentukan tingakt kecenasan murid, dan sebagainya. Dalam situasi kelompok besar, murid mungkin tidak memahami interuksi atau mungkin diganggu oleh murid lainnya.
Karen keterbatasan ini maka saat akan dibuat keputusan penting menyangkut murid, tes inteligensi kelompok harus dilengkapi dengan informasi lain tentang kemampuanmurid. Strtegi yang sam juga berlaku pada tes individual, meskipun biasanya kita lebih tidak terlalu yakin pada akurasi skor tes inteiligensi kelompok. Banyak banyak murid yang mengikuti tes dalam kelompok besar di sekolah, tetapi keputusan untuk menempatkan murid dalam kelas khusus anak penderita retardasi mental, kelas pendidikan khusus, atau kelas anak berbakat, sebaiknya tidak didasarkan pada tes kelompok saja. Dalam kasus seperti itu, informasi relefan tentang kemampuan murid harus diperoleh dengan cara selain menggunakan tes (Domino,200).

TEORI MULTIPEL INTELLIGENCES
Menginterpretasi Skor
Tes inteligensi adalah alat, seperti semua alat, efektifnya tergantung pada pengetahuan, keahlian dan integritas penggunannya. Demikian pula tes psikologi dapat dipakai dengan atau buruk. Berikut ini beberapa peringatan tentang IQ yang membantu guru menghindari penggunaan informasi tentang inteligensi secara negatif:
1. jauhi pandangan secara stereotipedan perkiraan negatif tentang murid berdasarkan sekor IQ.
2. jangan gunakan IQ sebagai ukuran utama atau ukuran satu-satunya untuk kompetensi.
3. berhati-hati dalam mengeinterpretasikan makna dari seluruh nilai IQ
Pandangan Awal. Binet dan Stern memfokuskan pada konsep inteligensi umum, yang oleh Stern dinamakan IQ. Wecsler percaya bahwa adalah mungkin dan perlu untuk mendeskripsikan baik itu inteligensi umum maupun inteligensi verbal spesifik dan inteligensi kinerja sesorang. Dia mendasarkan diri bahwa orang punya inteligensi umum yang disebut g, dan tipe inteligensi spesifik, yang disebut s.
Sejak awal 1930-an, L.L. Trusstone (1927) mengatakan orang mempunya tujuh kemampuan intelektual spesifik, yang dinamaknnya kemampuan primer: pemahamn verbal, kemampuan angka, kefasihan kata, visualisasi spasial, memoriasosiatif, penalarandan kecepatan persepsi. Kini banyak tipe inteligensi spesifik (Anderson, 2001;Gregory,2000)
Teori Triarkis Stenberg. Menurut teori inteligensi triarkis dari Robert J. Stenberg (1986,2000), inteligensi muncul dalam bentuk: analitis, kreatifdan praktis. Inteligensi analitis adalah kemampuan untuk menganalisis, menilai, mengevaluasi, membandingkan, dan mempertentangkan. Inteligensi kreatif adalah kemampua mencipta, mendesain, menciptakan, menemukan, dan mengimajinasi. Inteligensi praktis fokus pada kemampuan untuk menggunakan, mengaplikasikan, mengimplementasikan, dan mempraktikkan.
Delapan kerangka pikiran Gardner. Howard Gardner (1983; 1993, 2002) percaya bahwa banyak tipe inteligensi spesifik atau kerangka pikiran. Kerangka ini diekspresikan dengan contoh pekerjaan yang merefleksikan kekuatan masing-masing kerangka (Campbell, campbell & Dickinson, 1999):
• keahlian verbal: kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pembicara)
• keahlian matematika: kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuan, insinyur, akuntan)
• keahlian spasial: kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (arsitek, pelaut, perupa)
• keahlian tubuh-kinestetik: kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengraji, penari, atlet)
• keahlian musik: sensitif terhadap nada, melodi, irama, dan suara (komposer, musisi dan pendengar yang sensitif)
• keahlian intrapersonal: kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog, psikolog)
• keahlian interpersonal: kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (guru teladan, profesional kesehatan mental)
• keahlian naturalis: kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alamdan sistem buatan manusia (petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli tanah)
Proyek spektrum. Proyek spektrum adalah usaha inovatif yang dilakukan Gardner (1993; Gardner, Feldman& krecchhevsky, 1998) menguji delapan inteligensi anak-anak. Proyek spektrum diawali ide dasar bahwa murid punya potensiuntuk mengembangkan kekuatan di satu atau dua area. Ini memberikan konteks untuk melihat lebih jelas kekuatan dan kelamahan anak-anak.
Proyek spektrum telah mengembangkan materi tematik yang sesuai dengan berbagai inteligensi. Murid mengerjakan dasar-dasar membaca, menulis, dan menghitung dalam konteks tema dan materi yang ingin mereka kerjakansendiri.
Key school. Key school, sekolah dasar K-6 di Indianapolis, menyediakan kepada murid aktivitas yang melibatkan berbagai ketrampilan yang berkaitan dengan delapan kerangka pikiran dari gardner (Goleman, Kaufman, & Rey). Tujuan key school adalah membuat murid menemukan minat dan bakat masing-masing, dan kemudian membiarkan merreka mengeksplorasinya. Gardner percaya bahwa jika guru memberi murid kesedmpatan untuk menggunakan tubuh, imajinasi, dan indera mereka, maka hampir semua murid akan tahu bahwa dirinya punya kelebihan dalam satu hal. Bahkan murid yang tidak menonjol dalam satu area mungkin akan menyadari bahwa mereka punya keunggulan relatif.
Emotional intelligence. Emotional intelligence yaitu kemampuan untuk memonitor perasaan diri sendiri dan perasaan serta emosi orang lain, kemampuan untuk membedakannya, dan kemampuan untuk menggunakan informasi ini untuk memandu pemikiran dan tindakan dirinya (Peter Salovy dan Jhon mayer, 1990).
Konsep kecerdasan emotional intelligence oleh Daniel goleman (1995). Goleman percaya bahwa untuk memprediksi kompetensi seseorang. IQ seperti yang diukur dengan tes kecerdasan ternyata tidak lebih penting dari kecerdasan emosional. menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari empat area :
• Developing emotional awareness – seperti kemampuan untuk memisahkan perasaan dari tindakan
• Managing emotions – seperti mampu untuk mengendalikan amarah.
• Reading emotions – seperti memahami perspektif orang lain
• Handling relationships – seperti kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.

KONTROVERSI DAN ISU DALAM INTELIGENSI
Sifat dan Asuhan. Isu sifat-asuhan (nature-nature) adalah debat tentang apakah perkembangan seseorang terutama dipengaruhi oleh sifat alamiah ataukah oleh pengasuhan. Sifat adalah warisan biologis anak, sedangkan asuhan adalah pengalaman lingkungan. Pendukung ”sifat” mengatakan bahwa pengaruh terpenting pada perkembangan anak adalah warisan biologis. Pendukung ”asuhan” mengatakan bahwa pengalaman lingkunganlah yang paling penting pengaruhnya.
Etnis dan Kultur.
Perbandingan etnis. Di AS, skor rata – rata anak dari keluarga Afrika-Amerika dan latin berada di bawah anak dari keluarga kulit putih non latin berdasarkan tes inteligensi standar. Sebagian komparasi difokuskan pada Afrika-Amerika dan kulit putih. Anak – anak afrika-amerika skornya lebih rendah ``10 sampai 15 poin dibandingkan anak – anak kulit putih amerika (Neisser dkk., 1996). Perbedaan tersebut didasari oleh faktor lingkungan (Brooks-Gunn,Klebanov,& Duncan, 1996:Ogbu & Stern:Onwuegbuzie&Daley,2001). Salah satu alasannya adalah dalam dekade terakhir ini, saat keluarga Afrika – amerika mengalami peningkatan peluang sosial, ekonomi dan pendidikan, Gap antara anak afrika-amerika dan kulit putih dan tes inteligensi konvensional semakin menyempit (Jones, 1984).
Bias kultural dan tes yang fair secara kultural. Standart untuk tes awal hampir semuanya didasarkan pada anak – anak berstatus ekonomi kelas menengah atas. Beberapa item tes juga sangat jelas mengandung bias kultural. Misalnya, salah satu item dalam tes awal itu menanyakan apakah yang akan anda lakukan jika anda menemukan anak umur tiga tahun dijalanan? Jawaban yang ”benar” adalah ”menelepon polisi”. Tetapi, anak dari keluarga miskin perkotaan mungkin tidak akan memilih jawaban itu apabila mereka pernah punya pengalaman buruk dengan polisi, dan anak yang ditinggal di pedesaan mungkin malah belum pernah melihat polisi. Versi tes inteligensi kontemporer berusaha mereduksi bias – bias kultural semacam itu.
Tes yang fair secara kultural (culture-fair test) adalah test yang diusahakan bebas dari bias cultural. Ada dua jenis tes culture-fair. Yang pertama berisi item – item yang diyakini dipahami oleh anak – anak dari semua kelompok etnis dan sosioekonomi, atau item yang setidaknya dipahami oleh anak – anak yang mengikuti tes. Tipe tes culture-fair kedua tidak menggunakan item verbal.
Pengelompokan dan Penelusuran Kemampuan
Pengelompokan (penelusuran) kemampuan antarkelas. Pengelompokan antar kelas adalah membagi murid ke dalam jalur persiapan ke universitas dan jalur umum. Di dalam dua jalur ini, dapat dilakukan pengelompokan lebih jauh, seperti dua level pelajaran matematika untuk murid yang akan masuk kuliah. Bentuk penelusuran kemampuan lainnya adalah dengan mempertimbangkan area kemampuan yang berbeda – beda. Satu variasi dari pengelompokan kemampuan antarkelas adalah program non graded (lintas usia), dimana murid dikelompokkan berdasarkan kemampuan dalam subjek tertentu terlepas dari usia atau levelnya (Fogarty,1993). Pengelompokan mengandung efek negatif terhadap murid yang dimasukkan dalam jalur lambat. Ketika jalur itu disediakan, adalah penting untuk memberi murid yang lamban belajar sebuah kesempatan untuk meningkatkan kinerja akademik mereka dan karenanya mereka bisa pindah jalur. Mereka tidak ditempatkan dijalur lambat, tapi dimasukan dalam kelas dengan pelajaran yang ketat dengan tetap diberi bantuan agar berprestasi.
Pengelompokan kemampuan dalam kelas. Pengelompokan ini menempatkan murid dalam dua atau tiga kelompok di dalam kelas dengan mempertimbangkan perbedaan kemampuan murid. Pengelompokan kemampuan dalam kelas ini biasanya dilakukan disekolah dasar dimana guru mengelompokkan muridnya berdasarkan kemampun membaca mereka. Meskipun banyak guru sekolah dasar menggunakan pengelompokkan kemampuan dalam kelas, tidak ada riset yang mendukung strategi ini.

GAYA BELAJAR DAN GAYA BERPIKIR
Intelegensi adalah kemampuan. Gaya belajar dan berpikir bukanlah kemampuan, tetapi cara yang dipilih seseorang untuk menggunakan kemampuannya. Tak satupun dari kita yang hanya punya satu gaya belajar dan berpikir; kita punya banyak gaya. Individu itu sangat bervariasi sehingga ada ratusan gaya belajar dan berpikir yang dikemukakan oleh para pendidik dan psikolog.
Ada dua dikotomi gaya yang paling banyak didiskusikan dalam wacana tentang pembelajaran, diantaranya yaitu gaya impulsif/reflektif dan mendalam/dangkal.
Gaya Impulsif/Reflektif.
Gaya Impulsif/Reflektif juga disebut sebagai tempo konseptual, yakni murid cenderung bertindak cepat dan impulsif atau menggunakan lebih banyak waktu untuk merespon dan merenungkan akurasi dari suatu jawaban (Kagan, 1965). Riset terhadap impulsifitas/refleksi telah mempengaruhi pendidikan (Jonassssen & Grabowski, 1993). Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif lebih mungkin melakukan tugas dibawah ini:
• Mengingat informasi yang terstruktur.
• Membaca dengan memahami dan menginterpretasi teks.
• Memecahkan problem dan membuat keputusan
Dibandingkan murid yang impulsif, murid yang reflektif juga lebih mungkin untuk menentukan sendiri tujuan belajar dan berkonsentrasi pada informasi yang relevan. Murid reflektif biasanya standar kinerjanya tinggi.
Dalam mengkaji gaya impulsif dan reflektif, perlu diingat bahwa walaupun kebanyakan murid belajar dengan lebih baik saat mereka menggunakan gaya reflektif, ada beberapa anak yang memang bisa cepat belajar secara tepat dan bisa membuat keputusan sendiri. Bereaksi cepat adalah strategi buruk hanya jika seseorang berhadapan dengan jawaban yang salah. Juga, beberapa anak relektif mungkin terlalu sibuk berkutat dengan satu problem dan kesulitan untuk memecahkannya. Guru bisa mendorong murid ini untuk mempertahankan gaya reflektifnya tapi tetap bisa mencapai solusi.
Gaya Mendalam/Dangkal
Maksudnya adalah sejauh mana murid mempelajarimateri belajar dengan satu cara yang membantu mereka untuk memahami makan materi tersebut (gaya mendalam) atau sekadar mencari apa-apa yang perlu untuk dipelajari (gaya dangkal) (Marton, Hounsell, & Entwistle, 1984). Murid yang belajar dengan menggunakan daya dangkal tidak bisa mengaitkan apa-apa yang mereka pelajari dengan kerangka konseptual yang lebih luas. Mereka cenderung belajar secara pasif, seringkalai hanya mengingat informasi. Pelajar Mendalam(deep learner) lebih mungkin untuk secara aktif memahami apa-apa yang mereka pelajari dan memberi makna pada apa yang perlu untuk diingat. Jadi, pelajar mendalam menggunakan pendekatan konstruktivis dalam aktivitas belajarnya. Selain itu, pelajar mendalam lebih mungkin memotivasi diri sendiri untuk belajar, sedangkan pelajar dangkal |(surface learner) lebih mungkin akan termotivasi belajar jika ada penghargaan dari luar, seperti pujian dan tanggapan positif dari guru (Snow, Corno, & Jackson, 1996).

KEPRIBADIAN DAN TEMPERAMEN
Kita telah melihat bahwa sangat penting untuk menyadari adanya variasi individual dalam kognisi anak. Juga penting untuk memahami variasi individual dalam personalitas (kepribadian( dan temperamennya.
Kepribadian
Kepribadian atau personalitas adalah pemikiran, emosi, dan perilaku tertentu yang menjadi ciri dari seseorang dalam menghadapi dunianya. Beberapa peneliti kepribadian percaya bahwa mereka telah mengidentifikasi lima faktor dari kepribadian, yakni “ciri bawaan paling menonjol” yang dianggap bisa mendeskripsikan dimensi utama dari kepribadian : openess, Conscientiousness, Extraversion, Agreebleness, Neurotism. Sejumlah studi riset menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut merupakan dimensi penting dari kepribadian (Costa, 2000; costa&mcRae, 1998; McRae, 2001).
Salah satu pendapat mengatakan bahwa ada lima faktor utama yang mempengaruhi kepribadian:
Openess
- Imajinatif atau praktis
- Tertarik pada variasi atau rutinitas
- Independen atau mudah menyesuaikan diri Conscientiousness
- Rapi atau tak rapi
- Perhatian atau ceroboh
- Disiplin atau impulsif Extraversion
- Terbuka secara sosial atau menyendiri
- Suka bersenang atau bersedih
- Kasih sayang atau sebaliknya Agreebleness
- Berhati lembut atau kasar
- Percaya atau curiga
- Membantu atau tidak kooperatif Neurotism
- Tenang atau cemas
- Merasa aman atau tidak aman
- Puas pada diri atau mengasihani diri sendiri

Membahas kepribadian dalam konteks faktor “lima besar” ini bisa memberi kita kerangka untuk mengkaji kepribadian murid. Akan tetapi stabilitas emosional murid pasti berbeda-beda, mereka juga berbeda dalam seberapa tertutup atau terbukakah mereka pada pengalaman, seberapa penurutkah mereka, seberapa pekakah nurani mereka.
Dalam mendiskusikan gaya berpikir dan belajar, telah ditunjukkan bahwa gaya murid dapat bervariasi sesuai dengan mata pelajaran yang dipelajari murid atau dipikirkannya. Hal yang sama juga berlaku untuk karakteristik kepribadian. Menurut konsep interaksi orang-situasi, cara terbaik untuk mengkarakterisasi kepribadian individual bukan hanya dengan berdasarkan pada ciri bawaan personal atau karakter saja, namun juga dengan situasinya. Para peneliti telah menemukan bahwa murid memilih untuk berada dalam situasi tertentu dan menghindari situasi lainnya (lckes, Snyder, & Garcia, 1997).

TEMPERAMEN
Temperamen terkait erat dengan kepribadian dan dengan gaya belajar dan berpikir. Temperamen adalah gaya perilaku seseorang dan cara khasnya dalam memberi tanggapan atau respons. Beberapa murid bertemperamen aktif, sedangkan yang lainnya tenang. Beberapa murid merespons orang lain dengan hangat, sedangkan orang lain secara sambil lalu. Deskripsi ini menunjukkna adanya variasi temperamen.
Ilmuwan yang mempelajari temperamen berusaha mencari cara terbaik untuk mengklasifikasi temperamen. Klasifikasi paling terkenal adalah klasifikasi oleh Alexander Chess dan Stella Thomas (Chess & Thomas, 1997; Thomas & Chess, 1991). Mereka percaya bahwa ada tiga tipe atau jenis temperamen:
• “Anak mudah” (easy child) biasanya memiliki mood positif, cepat membangun rutinitas, dan mudah beradaptasi dengan pengalaman baru.
• “Anak sulit” (difficult child) cendrung bereaksi negatif, cenderung agresif, kurang kontrol diri, dan lamban dalam menerima pengalaman baru.
• “Anak lambat bersikap hangat” (slow to warm up child) biasnya beraktivitas lamban, agak negatif, menunjukan kelambanan dalam beradaptasi, intensitas mood yang rendah.
Ada beberapa strategi mengajar yang berhubungan dengan temperamen murid (Sanson & Rothbard, 1995):
• Beri perhatian dan penghargaan pada individualitas. Guru perlu peka terhadap isyarat dan kebutuhan murid. Tujuan dari pengajaran yang baik mungkin dapat tercapai melalui satu cara dengan satu murid, dan cara lain dengan murid lain, tergantung pada temperamen si murid. Beberapa temperamen menimbulkan kesulitan dalam pengajaran. Misalnya, anak yang mudah stres, yang tampak dalam sikapnya yang gampng tersinggung, mungkin menghindar atau enggan berbicara dengan guru.
• Perhatikan struktur lingkungan murid. Kelas yang penuh dan berisik sering menimbulkan banyak masalah bagi anak “sulit” ketimbang anak “mudah”. Murid yang takut dan suka menjauhi kawan mugkin akan lebih baik masuk secara pelan kedalam lingkungan atau konteks baru.
• Waspadai problem yang dapat muncul apabila memberi cap “sulit” bagi seorang anak dan menyusun paket program untuk “anak sulit”. Beberapa buku dan program untuk orang tua dan guru terutama difokuskan pada temperamen anak, sebagian besar difokuskan pada anak-anak sulit. Hal tersebut akan membantu untuk mengetahui bahwa ada murid yang lebih susah diajar ketimbang anak yang lain. Nasehat tentang bagaimana cara menangani temperamen tertentu juga berguna. Akan tetapi apakah suatu karakter itu termasuk “sulit” atau tidak akan tergantung kepada lingkungannya, jadi problemnya tidak selalu datang dari si anak. Melabeli seorang anak sebagai anak yang lebih pintar atau kurang pintar bisa berbahaya. Demikian pula, melabeli anak sebagai anak “sulit” juga berbahaya karena si anak nantinya akan berperilaku sebagaimana label itu. Perlu diingat pula bahwa temperamen dapat diubah sampai pada tingkat tertentu (Sanson & Rothbard, 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar